"Dulu sangat susah sekali untuk belajar membuat film," cerita sineas senior pak Slamet Raharjo, yang sudah didaulat menjadi penasehat pusbang film, beliau harus mengetuk dari satu pintu ke pintu lain. Tapi jawaban yang didapat hanya saran untuk menjadi orang terlebih dahulu, mungkin zaman dahulu memang sedikit peluang untuk bisa belajar mengenai film. Sekarang ada Pusbang Film di bawah naungan Kemdikbud yang sangat aktif menggelar berbagai kegiatan perfilman termasuk workshop ataupun pelatihan dari seminggu sampai lebih dari seminggu. Apalagi ternyata ada 159 okupasi dalam sebuah pembuatan sebuah film layar lebar, dan satu okupasi bisa lebih dari tenaga satu orang yang dibutuhkan. Tapi tidak mudah memang untuk bisa diterima ikut pelatihan yang diadakan oleh Pusbang Film ini, contohnya untuk Pelatihan Perfilman Tingkat Menengah 2018 dari 600an pendaftar hanya 147 orang yang diterima. Malah ada yang sudah tiga kali mendaftar tak kunjung diterima. Saya sendiri untuk kedua kalinya mendaftar, alhamdulillah, diterima mewakili Klub Seni Film SMK Teladan Kertasemaya Indramayu. Apa siy sayaratnya? Ya selain mengisi formulir, KTP, surat keterangan berbadan sehat, juga membuat esay kenapa harus diterima ikut workshop, dan juga harus mengirimkan tautan karya film, tentunya. Jadi bagi yang mau ikut harus belajar menulis, dan juga bikin karya film dulu, sebaik mungkin ya… Kalau soal persyaratan umur? Ya, tidak mutlak… Karena walaupun tertulis 18 ampi 25 tahun, ajaibnya saya yang sudah lebih dari 40 tahun juga diterima, dan ada beberapa anak SMK, yang sepertinya kurang dari 18 tahun. Dan inilah cerita seru saya selama sepuluh hari mengikuti workshop....
Pada hari Rabu pagi, 29 Agustus 2018 adalah dimulainya perjalanan menuju Sawangan, Depok untuk mengikuti Pelatihan Perfilman Tingkat Menengah… Dengan menaiki kereta menuju stasiun Jatinegara dan dilanjutkan dengan menyewa mobil dari salah satu mode transportasi roda empat berbasis daring. Sesampainya di Pusdiklat Kemendikbud, tepatnya di gedung nusantara untuk melakukan registrasi pada panitia. Sempat kebingungan karena diberikan nomor kamar di IKA 206. Maklum, ini adalah pertama kalinya menjejakan kaki di Pusdiklat Kemendikbud ini. Mungkin, karena saya disangka sempat mengikuti Pelatihan Dasar sebelumnya, padahal saya langsung masuk ke tingkat Menengah… Tapi setelah tanya sana-sini dan melihat ada papan petunjuk akhirnya sampailah di lantai 2 gedung Bhineka yang disebut gedung IKA. Ternyata saya adalah yang pertama tiba di kamar ini. Gak berapa lama kemudian muncul teman dari Kupang, dan pada sore hari datang yang lain dari lombok. Dan pada malam harinya ada tambahan ranjang untuk mahasiswa yang datang dari Jember, yang sebenarnya berasal dari Tegalgubug, Cirebon. Resmi kami berempat menempati kamar 206 di gedung IKA.
Pada malam harinya kami berkumpul di gedung Merah Putih yang berbentuk aula untuk pembukaan acara workshop selama sepuluh hari. Selain berkumpul berdasar kelas yang diikuti, kebetulan saya mengikuti kelas Tata Artistik, dan sempat juga diadakan Pretest, sejenis tes esay menguji pengetahuan di bidang Artistik. Banyak istilah baru yang baru saya dengar… Akhirnya hanya bisa menebak-nebak saja untuk mengisinya. Keesokan Kamisnya dimulailah kuliah di ruang masing-masing berdasar kelasnya. Ada sekitar enam kelas dari kelas Penyutradaraan, Tata Artistik, Tata Kamera, Tata Suara, Editing, dan Skenario. Di awal belajar semua mendapatkan mata kuliah minor, di pertengahan proses baru fokus ke materi Tata Artistik sebagai majornya. Dan pada hari kelima mulai semua kelas disatukan berdasarkan nomor kelompok. Karena semua kelas dibagi menjadi enam kelompok. Untuk kelompok artistik sendiri ada yang lima atau empat orang dalam kelompok. Kembali berkenalan dengan teman-teman baru dari seluruh nusantara, dengan sutradara, orang kamera, dan orang tata suara. Hanya peserta kelas editing dan skenario yang tidak mengikuti kegiatan shooting bersama.
Dan tak terduga, saya selain menjadi artistik, tepatnya di bagian property juga tak sengaja menjadi pemain utama, ya walupun ceritanya jadi mantan pejahat yang susah mencari pekerjaan hehehe… Awalnya bingung ketika ditawari menjadi pemain utama, tapi juga kesempatan emas supaya ada bukti kongkrit untuk murid saya di sekolah… Setelah mendapat izin dari tim Artistik, akhirnya saya mencoba bermain peran, dibantu tim penyutradaraan melalui coaching talent, diskusi dengan sutradara, penata kamera, suara, dan semua tim yang alhamdulillah saling bahu membahu. Ternyata sangat capek juga menjadi aktor, ya walaupun aktor jadi-jadian hahaha… Karena banyak adegan lari, maka kaki terasa pegal, tulang serasa patah-patah, apalagi kontur tanah di tempat pelatihan naik turun dan banyak tangga. Shooting dua hari dari pagi sampai malam pun akhirnya dilewati… Dan sisa dua hari diisi dengan materi artsitik berkaitan dengan make up dan efek, cukup seru juga. Dari mulai membuat api, efek wajah tua, luka, dan tata rias seperti zombie… Untunglah setelah shooting menyempatkan nonton bareng di Bioskop Cinere sebuah film silat yang lagi nge-hit karena dalam sembilan hari ditonton sejuta orang. Wow…
Dan akhirnya tibalah malam penutupan dengan pemutaran enam film dari kegiatan shooting bersama. Empat film bergenre humor, satu drama, dan kelompok kami bergenre thriller. Sayangnya, hasil tugas film tidak dilombakan, hanya dikomentarin para mentor, dan dilanjutkan dengan pemilihan peserta terbaik pilihan para mentor dari tiap kelas. Acara berlangsung sampai jam 12 malam lebih…Tidak terasa sepuluh hari sudah dilewati maka Jumat pagi pun kami berpisah… Semuanya berpencar kembali ke berbagai pelosok nusantara untuk mengembangkan industri film di masing-masing daerah. Yang katanya film daerah yang kental khas lokalnya punya kelebihan yang lebih baik. Alhamdulillah, ilmu, pengalaman, buku-buku, berkenalan dengan mentor yang masih aktif membuat film di ibukota, dan juga kenal dengan teman-teman dari berbagai daerah membuat saya ingin menjelajah seluruh daerah di nusantara tercinta ini. Dan tentunya ingin terus berkarya film bersama! Semangart!